One

INSPIRATIF! Emak-Emak di Kampung Cisitu Caringin Sukabumi, Jelang Siang Biasa Lakukan Hal Ini

www.onenewsoke.com/

SUKABUMI _ Pagi menjelang siang, para kaum ibu atau emak-emak di Kampung Cisitu, Desa Sukamulya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi tak langsung rebahan. Dengan disiplin, mereka yang rerata bertetangga itu jalan kaki sekitar satu kilometer ke kebun untuk menanam benih bambu. Sejak dulu kampung itu memang terkenal sebagai tempatnya para perajin bambu. Namun sebelumnya aktivitas itu dilakukan oleh kaum pria secara turun-temurun. Sejak sebulan terakhir, para emak-emaknya pun tak mau kalah.

Mereka termotivasi untuk mencari penghasilan tambahan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar. Setelah sempat ikut pelatihan menganyam sebulan ke belakang, para emak itu pun tak berpuas hati dengan hanya sekadar membuat berbagai jenis barang dari anyaman bambu saja. Mereka pun ingin tahu persis bagaimana menanam bambu sejak dari bibitnya agar hafal betul kualitasnya. Yang tak kalah hebat, bibit-bibit bambu tak dibungkus polybag berbahan dasar plastik. Agar lebih ramah lingkungan, polybag diganti anyaman keranjang bambu.

Namun, para kaum ibu itu tak sekaligus dilepas begitu saja. Masih ada seorang perajin bambu kawakan yang membimbing para emak-emak tersebut. Ia adalah Salim Ujung Samid (52) atau karib disapa Abah Salim. Bapak tiga anak itu dengan sabar mengajarkan para emak untuk memotong bambu, membuat anyaman, hingga tata cara menanam bibit bambu yang benar berdasarkan pengalamannya bertahun-tahun mengenal bambu, ditambah warisan dari orang tuanya dulu.

“Jadi dari dulu itu, biasanya kalau setelah pulang dari sawah, suka bikin anyaman dari bambu. Seperti keranjang, besek, ayakan dan nyiru (tampah). Itu dilakukan dari saya masih kecil. Berbekal pengetahuan dan pengalaman saya tentang bambu, akhirnya ditularkan ke emak-emak kampung sini supaya bisa sama-sama diberdayakan. Kalau anak-anak mudanya masih sulit, karena kan mengayam ini butuh kesabaran. Anak-anak muda masih banyak yang tidak sabaran, jadi lebih memilih bekerja saja,” kata Salim, Minggu (14/8/2022).

Abah Salim mengaku keterampilan menanam dan menganyam bambu ia dapat dari orang tua dan kakeknya sejak ia masih kecil. Namun menginjak remaja, ia pun memberanikan diri untuk lepas dari orang tua dan mencoba membuat hasil karya yang identik dengan tangannya sendiri. “Umur 14 tahun saya mulai coba lepas dari orang tua, menganyam, terus hasilnya dijual ke pasar. Setelah banyak dikenal, sering juga dijual di sini, pelanggannya datang sendiri ke kampung ini. Kalau ada permintaan membuat yang lain, selama bisa dibuat, ya saya buatkan. Hasilnya cukup menjanjikan. Saya juga bisa menghidupi istri dan anak-anak,” imbuhnya.

Enung Masitoh (46) salah seorang wanita tangguh sekaligus ketua para emak-emak perajin bambu mengaku sudah memiliki ketertarikan dalam menganyam bambu sejak ia masih muda. Namun biasanya ia diperbantukan apabila tetangganya dapat pesanan anyaman bambu dalam jumlah banyak. Sebelumnya ia hanya tahu menganyam, tidak dengan pembibitan hingga perawatan bambu agar hasilnya berkualitas. Kurang lebih sebulan ke belakang ia pun mulai mempelajari cara pembibitan dan tiga bulan ke depan sedang menunggu hasilnya.

“Saya kan sebelumnya ikut pelatihan menganyam. Semakin ke sini saya juga belajar cara pembibitan. Ternyata tidak cukup hanya mengambil bambu yang ada, kalau mau hasilnya maksimal ternyata ada tata caranya juga. Memang harus pandai-pandai mengatur waktu supaya urusan rumah juga tidak terabaikan. Memang harus bangun lebih pagi, selesaikan urusan di rumah dulu, baru ke kebun. Biasanya antara jam 9 atau 10 setelah di rumah selesai, dan setelah selesai membuat anyaman,” singkat Enung.

Kegiatan pemberdayaan ini juga berada di bawah bimbingan oleh Asosiasi Dunia Bambu Sukabumi (DBS). Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa anyaman bambu dari Kampung Cisitu seringkali dikumpulkan dan dipromosikan oleh DBS. Ketua Umum Asosiasi DBS, Agus Ramdhan mengaku sudah cukup lama bekerja sama dengan beberapa perajin bambu lokal, salah satunya di Kampung Cisitu dalam pembuatan barang-barang berbahan dasar bambu. Bahkan ia ingin agar dunia industri dan perdagangan lebih banyak lagi menggunakan bambu.

“Ini sebagai upaya kita dalam melakukan pemberdayaan perempuan. Ternyata hasilnya tak kalah bagus dengan laki-laki, apalagi perempuan itu kan biasanya lebih tekun dalam mengerjakan sesuatu. Apalagi zaman sekarang orang banyak kembali ke bahan-bahan ramah lingkungan, zero waste. Kenapa tidak di minimarket atau swalayan yang masih menggunakan keresek plastik diganti dengan keranjang bambu. Yang uniknya dari bambu, selain bisa mudah didapat dari mana-mana, banyak juga kegunaannya,” kata Agus.

Karena itu, Agus cukup sering berkeliling mencari perajin bambu lokal agar manakala ia mendapat banyak pesanan barang-barang berbahan dasar bambu, ia tak kesulitan mencari. “Kalau untuk pasar lokal hingga nasional, alhamdulillah cukup besar minatnya. Apalagi kita sering diundang ke berbagai acara untuk mempromosikan berbagai barang berbahan dasar bambu. Jadi sudah cukup dikenal. Mungkin yang ingin kita bidik itu pasar internasional. Apalagi kan sekarang sedang gencar kampanye zero waste itu,” pungkas Agus.

Koresponden : AGS

Tinggalkan komentar